Seiring dengan uraian yang telah dikemukan di atas,
secara kontekstual sepertinya ada sesuatu tujuan dalam penyelenggaraan
pendidikan tersebut, karena setiap usaha
yang dilakukan secara sadar berarti dilandasi pada suatu tujuan yang jelas
untuk dicapai oleh setiap subjek pendidikan tersebut.
Berbicara masalah tujuan, Sardiman A.M[1]
berpendapat bahwa tujuan bermakna sebagai suatu usaha memberikan rumusan hasil
yang diharapkan dari siswa/ subjek belajar, setelah menyelesaikan/ memperoleh
pengalaman belajar.
Ahmad D.
Marimba[2]
menambahkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan pendidikan pada penyelenggaraan
pendidikan agama islam adalah: “Terbentuknya pribadi yang utama, ditekankan
pada pelaksanaan bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”
Dari
pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan agama (Islam), bertujuan membina pribadi anak guna
terwujudnya pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani , dalam artian
terwujud insan yang seutuhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, secara Nasional
pendidikan agama tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan pendidikan Nasional
itu sendiri. Di mana tujuan penyelenggaraan pendidikan agama adalah mendukung
sepenuhnya terhadap terwujudnya penyelenggaraan pendidikan Nasional.
Oleh karena itu tujuan pendidikan Nasional merupakan
pedoman umum bagi pelaksanaan pendidikan dalam jenis dan jenjang pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional, diperlukan tujuan lainnya sebagai
tujuan bawahannya.[3]
Jika kita lihat di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, bahwa “Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”[4]
Tampaknya antara tujuan pendidikan agama dengan
pendidikan Nasional searah, dan tidak bertolak belakang. Yaitu sama-sama ingin
menciptakan manusia yang sehat jasmani dan rohani, dalam artian tercapainya
manusia yang seutuhnya.
[1]Sardiman
A. M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Ed. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 57.
[2]Ahmad
D.Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1985, hlm.
52.
[3]Syaiful
Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet.1, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000, hlm. 24.
[4]Departemen
Pendidikan Nasional, Op.,Cit., hlm. 8.
Posting Komentar